Hadirin sekalian kaum muslimin, pada
pengajian yang mulia ini kami akan mencoba membahas tentang hidayah.
Latar belakang kami membahas masalah
hidayah didorong oleh pertanyaan beberapa teman. Apa sebabnya pada akhir-akhir
ini nampaknya da’wah Islam makin maju disana-sini? Bukan hanya di dalam negeri,
tetapi di negera-negara yang dulu belum kenal Islam malah mengimpor mubaligh
dari Indonesia .
Apalagi di negeri kita sendiri yang penduduknya mayoritas beragama Islam.
Tetapi kenyataannya setelah mereka makin dekat, makin tahu dan makin dalam
menyelami isi Al-Qur’an, malah makin lari meninggalkan Al-Qur’an. Jawabannya
ada dua. Yang pertama jawaban secara lahiriyah dan yang kedua jawaban secara
hakiki. Mubaligh kurang bijaksana bila menjelaskan secara lahiriyah karena
memerlukan penguraian secara ilmu yang ilmiah. Secara hakiki persoalan ini
bermuara pada satu titik yaitu tergantung kepada apakah orang itu memperoleh
hidayah atau tidak. Manakala seseorang memperoleh hidayah, sesungguhnya tidak
ada alasan untuk hidupnya jauh dari agama. Dan sebaliknya apabila orang itu
jauh dari hidayah, maka dengan sendirinya sekalipun Al-Qur’an pindah dari bibir
ke kepalanya maka tidak akan jadi apa-apa.
Sebagian dari teman kita banyak yang
tahu nama tetapi tidak kenal bentuk. Kebanyakan tahu pasti bahwa hidayah itu
barang mulia, cahaya yang sungguh dibutuhkan oleh segala insan. Khususnya bagi
kaum muslimin sekurang-kurangnya meminta diberi hidayah kepada Allah sehari
semalam 17 kali. “Ihdinasyirotol mustaqim”,
tunjukilah kami jalan yang lurus. Tetapi setelah Allah menunjukan, “Dzaa likal kitab”, itu dia kitab. “Laa roybafih”, tidak ada yang patut
diragukan di dalamnya. “Hudallil muttaqin”,
itu dia petunjuk yang engkau minta tiap hari.
Hidayah
itu artinya petunjuk. Namun klasifikasinya oleh para ahli, hidayah terbagi
kepada 5 kategori. Semuanya dari Allah diperuntukkan bagi makhluk Allah. Yang
pertama hidayatul ilham. Sebagian
ahli mengatakan hidayatul ilham ini
ekuivalen maknanya dengan hidayatul
wijdan. Hidayah yang pertama ini dari Allah untuk semua makhluk Allah di
dunia yang minta maupun yang tidak minta. Dari mulai tumbuhan, hewan sampai
manusia perlu atau tidak perlu asalkan dia hidup, diberi hidayah yang pertama
ini. Bila dilihat oleh mata telanjang, pohon-pohonan yang bergoyang disebabkan
oleh tiupan angin. Tetapi pada hakekatnya, goyangnya pohon-pohonan bukan karena
angin melainkan berdasarkan hidayah. Hidayah yang demikian tersebut adalah yang
dinamakan hidayatul ilham yang diterima
oleh tumbuhan. Bayi dalam kandungan setelah 4 bulan, dia mulai hidup. Diberi
roh oleh Allah. Pergerakan bayi di dalam kandungan ibunya bukan karena didikan
orang tuanya, melainkan pergerakan berdasarkan hidayah. Hidayah yang demikian
disebut hidayatul ilham yang diterima
oleh bayi dalam kandungan.
Adapun
cara Allah menganugerahkan hidayah itu tidak sekaligus, tetapi evolusif.
Dikirimkan satu-persatu. Pertama dibukakan pintu untuk menerima hidayah yang
pertama sesuai dengan perkambangan fisik dan psikis makhluk itu sendiri. Di
dalam kandungan menerima hidayah ilham.
Dia lahir ke dunia dilengkapi dengan berbagai macan panca indera. Kemudian
dipersilakan oleh Allah untuk memasuki pintu yang kedua dalam rangka menerima
hidayah yang kedua. Menjelang dia dewasa setelah berfungsi panca inderanya,
barulah orang itu menerima hidayah nomor dua yang istilahnya disebut hidayatul hawas. Sebagian ahli tafsir
menyebutnya hidayatul gharizah.
Dilihat dari kata demi kata, hidayatul
gharizah itu adalah petunjuk dari Allah yang diberikan kepada makhluk Allah,
diterimanya berdasarkan bantuan panca indera yang dianugerahkan Allah. Dengan
demikian, akal kita bisa mengira-ngira bahwa hidayah yang nomor dua ini hanya
diberikan kepada makhluk Allah yang punya panca indera. Tidak terlalu salah
jika hidayatul hawas ini maknanya
sejajar dengan pengetahuan panca indera/knowledge.
Dimana orang punya panca indera dan panca inderanya berfungsi, orang itu berhak
untuk menerima hidayah nomor dua. Hidayatul
hawas ini bisa pula diterima hewan. Merpati yang dimasukkan ke dalam
kandang diberi makanan lalu ditutup. Ketika kandang dibuka, dia akan terbang
jauh. Tetapi dia pasti akan kembali lagi ke kandangnya. Kembalinya merpati itu
tidak melalui proses pendidikan yang formal, tetapi lewat pengetahuan panca
inderanya.
Setelah
pintu yang kedua ini dilalui, dibukakan lagi pintu yang ketiga untuk dimasuki
oleh makhluk Allah untuk menerima hidayah yang ketiga sesuai dengan
perkembangan fisik dan psikis orang itu sendiri. Setelah manusia lahir dan layak
menerima hidayah yang kedua dan menjelang dewasa hingga dewasa, maka pintu
ketiga terbuka untuk menerima hidayah yang ketiga yang disebut hidayatul aqli. Hidayah artinya petunjuk, sedangkan aqli artinya akal. Hidayah yang ketiga ini hanya diperuntukkan bagi
makhluk Allah yang namanya manusia. Disinilah orang dapat mengetahui sesuatu
berkat bantuan akalnya sehingga pengetahuannya meningkat sedikit, dari
pengalaman sampai kepada pengetahuan yang sistematik atau pengetahuan yang
menggunakan metode ilmu. Hidayah ini terbatas. Tergantung pada kemampuan dia
berpikir. Sekalipun orang itu dewasa menurut umur, manakala akalnya tidak
terlatih, dia kurang berhak menerima hidayah nomor tiga. Sepanjang manusia bisa
menggunakan akalnya, dia berhak menerima hidayah nomor tiga. Apakah akal itu?
Sesungguhnya akal itu adalah ciri dari manusia. Selain dari manusia tidak
diberi akal. Mengapa manusia diberi akal? Karena Allah akan menitipkan alam
semesta kepada manusia. Bila ingin mengetahui akal, kita harus mengetahui
formulanya. Sebab dalam diri manusia itu ada yang disebut potensi batin. Pada
diri manusia itu ada kekuatan yang tersembunyi di dalam batin. Tidak banyak,
hanya tiga. Yang pertama manusia memiliki rasa. Yang kedua manusia memiliki
nafsu. Dan yang ketiga manusia mempunyai pikiran. Menurut ahli, potensi pikir
dan rasa dikawinkan maka itulah yang disebut akal.
Apakah
kita sudah menerima hidayatul ilham?
Sudah. Sebab tanpa diminta pun kita bisa menerima. Apakah kita sudah menerima hidayatul hawas? Sudah. Karena kita punya
panca indera dan berfungsi. Apakah kita sudah menerima hidayatul aqli? Sudah. Karena kita hidup disertai dengan akal.
Apakah kita sudah menerima hidayatul din?
Sudah. Malah detik ini pun kita sedang membahas masalah agama. Yang terakhir,
apakah kita sudah cocok hidupnya dengan agama? Belum. Karena kita belum
menerima hidayah taufik. Hidayah
nomor lima ini
mutlak monopoli Allah SWT. Sangat sulit untuk mendapatkannya. Nabi SAW sebelum
tabligh kepada kita, beliau tabligh kepada keluarganya. Beliau datang menghampiri
istri dan anaknya. Semuanya tidak ada kesulitan. Lantas Nabi datang kepada
pamannya sendiri, Abu Thalib. Beliau bertanya, “Apakah engkau masih cinta
kepada kami?”. Abu Thalib menjawab, “Aku cinta kepadamu lebih daripada aku
mencintai diriku sendiri.” Nabi Muhammad SAW bertanya lagi, “Apakah paman masih
percaya kepada omongan kami?” “Wallohi
Muhammad, aku percaya kepada omonganmu selalu. Jangankan engkau berbicara
benar, salah pun aku tetap percaya yang keluar dari mulutmu”, jawab Abu Thalib.
Lalu Nabi memberitahu bahwa dirinya telah menjadi utusan Allah. Menerima wahyu
yang pertama di Gua Hira. Abu Thalib pun percaya. Tetapi ketika Nabi mengajak
Abu Thalib untuk mengikrarkan dua kalimat syahadat,
Abu Thalib menolaknya dengan alasan dapat mengerjakannya di kemudian hari.
Padahal hatinya sudah mengakui bahwa Allah itu satu dan Muhammad sebagai utusan
Allah. Berulang kali Nabi datang dan mengajak Abu Thalib untuk mengucap dua
kalimat syahadat. Namun Abu Thalib
masih menolak ajakan Nabi. Hingga akhirnya datang panggilan Allah kepada Abu
Thalib untuk pulang menghadap kepada-Nya. Nabi Muhammad SAW ingin menggunakan
momen psikologis pada saat yang paling akhir dan paling peka ingin dimanfaatkan
supaya Abu Thalib mengucapkan syahadat.
Namun Abu Thalib masih saja manolak. Abu Thalib menerima hidayatul ilham, menerima hidayatul
hawas, menerima hidayatul aqli,
menerima hidayatul din tetapi dia
tidak menerima hidayah taufik.
Akhirnya
Rasulullah SAW usul kepada Allah untuk memberikan kelunakkan hati kepada Abu Thalib
supaya dia menjadi seorang muslim. Rasulullah SAW berkata, “Ya Allah, apakah
paman kami tidak punya hati dengan teman-temannya?” Jawaban Allah sifatnya
universal, “Mereka (bukan Abu Thalib saja) punya hati, tetapi hatinya sudah
tidak mampu memilih mana benar dan mana salah. Mereka pun punya telinga, tetapi
telinganya sudah tidak mampu mendengarkan barang benar. Mereka pun punya mata,
tetapi matanya sudah tidak mampu melihat barang benar. Pamanmu tidak mau
memfungsikan panca inderanya.” Rasulullah datang lagi kepada pamannya dan
kembali mengajak pamannya untuk mengucapkan syahadat,
tetapi Abu Thalib tetap menolaknya. Nabi usul lagi kepada Allah, “Kenapa Ya
Allah sekeras itu hati paman kami?” Lalu Allah menjawab, “Muhammad, Kami
mengutusmu ke bumi ini tidak disuruh untuk mengetuk jantung hati setiap insan.
Itu bukan wewenangmu, sekalipun kepada orang yang engkau cintai. Kami utus
engkau ke dunia tidak disuruh mengetuk jantung hatinya, melainkan tugas engkau
itu cukup tunjukkan saja jalan ke neraka dan jalan ke surga. Tunjukkan yang
menakutkan dan tunjukkan yang menggembirakan. Dengan akalnya manusia bisa
memilih. Itu tugasmu. Cukup engkau telah bertabligh kepada pamanmu.” Rasulullah
kembali bertanya, “Siapa saja Ya Allah yang akan dilunakkan hatinya dan oleh
siapa?” Allah menjawab, “Siapa saja yang Kami sukai, dan akan ditiupkan oleh
Kami sendiri. Engkau tidak perlu tahu siapa saja yang Kami kehendaki.” Barulah
Nabi Muhammad SAW gembira karena tugasnya hanya untuk menyampaikan hidayah din dan mendewasakan hidayah akal serta memupuk hidayah hawas dan hidayah ilham. Hidayah yang satu sampai empat itu adalah dari
Allah, tetapi disampaikannya lewat kemampuan manusia. Yang terakhir dan yang
paling mahal itu adalah wewenang Allah SWT. Lalu Abu Thalib meninggal dunia.
Dia tidak dicatat dalam sejarah sebagai paman Nabi yang bisa mengucapkan dua
kalimat syahadat.
Adapun
taufik itu murahnya kepada siapa saja, tanpa kecuali. Asal orang itu mau
menggunakan potensi batinnya untuk menerima sesuatu. Dan hidayah itu ada kalanya
datangnya kepada manusia seperti kapuk terbang terbawa angin. Dimana angin
berhenti, kapuk jatuh. Dimana kapuk jatuh, siapa saja yang lewat dia singgah.
No comments:
Post a Comment